a place where you can read, hear, and watch my expression.. about me, my life and everything.. enjoy..

Kamis, 04 April 2019

Stay At Home Mom

Sudah 2x merasakan jadi stay at home mom, temporarily, pastinya di masa cuti melahirkan anak pertama dan anak kedua. Diluar sana masih banyak yang membanding-bandingkan which one is better, being stay at home mom or working mom. But, I think, 2 hal tersebut sama2 bentuk perjuangan seorang ibu, cara and battlefieldnya aja yang berbeda. Berdasar pengalaman saya jadi stay at home mom dalam waktu singkat, ada beberapa hal yang bisa saya ceritakan.

Pertama, being a stay at home mom, bonding dengan anak lebih intens. Pastinya dong. 24 jam bareng anak itu jadi tahu apa saja yang dia lakukan, perkembangannya seperti apa, makan apa saja, dll. Tp kali ini agak beda. Since I have a toddler and a baby with me. Kadang 24 jam bareng anak itu cukup menantang, dan menguras tenaga plus emosi. Saat ibunya lagi ngurusin Baby, sang Toddler cari perhatian dengan tingkahnya yang terkadang begitu ajaib. Waktu nemenin Toddler main, Babynya nangis minta susu. Saat berhasil menidurkan si baby dan saya ngantuk berat, si Toddler ngga mau tidur. Begitu toddler tidur, bayinya bangun lagi.. aaaw.. emak2lyfe..

Kedua, ternyata ekspektasi nggak selalu sesuai realita. Being at home, I imagine a tidy home, delicious home cooking meal everyday, extra time to read books and do my hobbies, self pampering time, etc. Kenyataannya adalah, mandi secepat kilat dan nunggu anak tidur dulu. makan kaya sinetron karena berseri, rumah yaa gitu deh.. you'll know when you have toddler at home. masak? pada dasarnya emang ngga hobby di dapur sih, but I try. ya gitu itu lah ngupas bawang, break, lanjut nyalain kompor, break, matiin lagi, nyalain kompor lagi masukin bahan2, break lagi, matiin lagi kompornya. ahaha. seru sih.

Bersyukur ada fase bisa merasakan jadi ibu yang full time di rumah, bersyukur pula masih diberi kesempatan berkarir demi mengaktualisasikan diri dan of course bantu2 suami. Apapun pilihan yang kamu jalani, niatkan sebagai ibadah. Ngga ada yang lebih baik atau lebih buruk. Saya percaya pasti seorang ibu ingin memberikan yang terbaik bagi keluarganya.

btw, sebentar lagi cuti habis, belum dapet pengasuh buat si baby. 😵

Kamis, 28 Februari 2019

Aluna

Alhamdulillah, 19 Februari 2019 lalu, saya melahirkan anak ke-2. Aluna menjadi salah satu kata yang disematkan pada nama puteri kedua kami (saya dan suami tentunya). Hamil anak pertama dan kedua ini bisa dikatakan cukup berbeda. Kehamilan sebelumnya, sejak ketahuan hamil hingga melahirkan suami tidak mengijinkan saya untuk nyetir sendiri ke Kantor. Alhamdulillah, Suami dapat ijin atasan untuk jadi suami siaga yang bakal antar jemput isterinya ke kantor. So, bisa dibilang waktu hamil anak pertama, terasa jadi nyonya besar yang punya supir pribadi. Hehe. *Special thanks to Pak Suami

Hamil Anak Kedua

Hamil anak ke-2 ini bisa dibilang anugerah yang tidak terduga. Ketahuannya pun nggak disengaja. Waktu menanti kehamilan anak pertama rajin banget nyatet siklus haid dan telat sedikit langsung Test Pack yang sering kali hasilnya (-). Nah, kehamilan ini bener-bener lagi nggak ke-detect siklus haidnya, jadi kalau ke dokter ditanya HPHT, agak susah jawabnya. Hitungan usia kehamilannya hanya berdasarkan pemeriksaan USG. hehe. Ketahuan hamil waktu bulan puasa, itupun karena curiga kok puasa hampir penuh dan nggak datang bulan juga. Kata pak suami, "Kalo firasat Ayah, ibu hamil". Dan ternyata benar.

Kali ini ngga ada yang namanya jadi nyonya besar. Dari ketahuan hamil sampai tiba waktu cuti, Alhamdulillah masih diberi kekuatan untuk beraktifitas seperti biasa. Nyetir sendiri sampai usia kehamilan 9 bulan, sempat juga berpartisipasi sebagai panitia Asian Paragames yang cukup padat kegiatannya. Kalau sebelumnya saya melahirkan sebelum urus cuti, kali ini sengaja cuti lebih cepat untuk antisipasi kalau melahirkan sebelum HPL. Perlengkapan yang akan dibawa ke RS pun sudah siap dimobil jika sewaktu-waktu dibutuhkan. SOP berangkat ke RS juga sudah disiapkan. Ternyata, lahiran kali ini malah mundur dari HPL. Hehe. Hikmahnya dikasih waktu lebih banyak untuk bercengkrama dengan anak pertama yang sebentar lagi jadi kakak.

Saat Menegangkan

Kehamilan kali ini sempat diwarnai dengan ketegangan. Malam minggu, di usia kehamilan 40 minggu, anak pertama saya ingin makan nasi telur pakai kecap. Nasi dan telur sudah siap. Tinggal kecap yang masih harus diambil di kitchen set atas kompor. Seperti biasa dengan gagah berani *halah* saya ambil kursi kayu dan naik ke atasnya, karena posisi kitchen set yang tinggi. Kecap sudah ditangan. ketika turun.. Tidak sengaja kaki saya tersangkut sarung mukena yang saat itu saya kenakan. Jatuhlah saya dengan posisi tengkurap. Perut yang besar itu jadi bumper. 😭

Pikiran saya tentunya langsung tertuju pada kondisi bayi yang saat itu masih diperut. Panik. Langsung kami bergegas ke IGD Maternal yang berada di RSUD Cibinong. Tidak ada SpOG, tidak juga tersedia USG, namun dilakukan pemeriksaan denyut jantung bayi dengan alat doppler. Alhamdulillah detak jantung bayi normal. Kami pun pulang.

Saat ini, kalau mengingat kejadian itu, saya dan suami terbahak berdua. Tapi tentunya tetap bersyukur bahwa kondisi bayi kami baik-baik saja.

Menjelang Melahirkan

Sejak awal kehamilan ini, saya berharap bisa melahirkan secara alami. Alhamdulillahnya semua pihak mendukung, mulai dari suami, keluarga bahkan dokter Sp.OGnya yang juga pro normal. Jadilah ditunggu sampai usia kehamilan 41 minggu, bila memang belum lahir juga mau tidak mau akan dijadwalkan SC. Karena saat kontrol belum ada tanda apa2, dijadwalkanlah SC kedua pada tanggal 22 Februari 2019. Namun ternyata, Allah berkenan saya melahirkan sebelum jadwal tersebut.

Tanggal 19 Februari 2019, tepatnya jam 03.30 WIB, tiba-tiba… Tus.. Seperti ada balon yang meletus didalam perut, dan mengalirlah cairan ketuban yang begitu banyak. Langsung saya bangunkan suami. Masih setengah sadar, kami langsung bergegas. Lagi-lagi saya panik, takut ketuban habis ditengah jalan, karena saya sempat baca bahwa janin dapat kehabisan oksigen beberapa menit bila ketuban habis. Sepanjang perjalanan, saya berdoa dan mengatur posisi sedemikian rupa dengan harapan air ketuban tidak terlalu banyak yang mengalir keluar.

Sesampainya di RS, langsung kami menuju ruang VK. Kami disambut bidan jaga, dan ia berkata "Pipisin aja, Bu". *ziiiiiing.. hening..
Sudah panik takut ketuban habis, sekarang disuruh di keluarkan aja? Hehe. Emang minim pengalaman atau gimana ya? Maklum, sebelumnya ngga ngalami pecah ketuban.

Setelah itu, dilakukan pemeriksaan, ternyata belum ada pembukaan, dan kepala janin belum masuk ke panggul. Baiklah, pasti akan SC hari itu juga. Cita-cita VBAC belum kesampaian, tidak apa yang penting bayi sehat.

Alhamdulillah, Sudah Lahir

Lahirlah puteri kami, anak kedua kami, melalui prosedur SC. Sekarang saatnya mengASIhi. Bismillah. Semoga puteri kami tumbuh menjadi anak yang Sholehah, sehat, cerdas, dan cantik. Dan kami bisa menjadi Orang Tua yang baik bagi anak-anak kami. Aamiin yra.

Welcome, Aluna.